Masalah PKL Kuliner Dan Solusinya
Jika ada diantara kita yang sudah pernah ke negeri tetangga seperti Singapura dan Malaysia, untuk urusan cari makan biasanya kita akan menjelajahi pusat kuliner khas setempat tetapi tentunya dengan harga jual yang bersahabat, maklum saja.... apalagi di Singapura, depresiasi nilai tukar mata uangnya yang cukup besar sehingga harga-harga, khususnya makanan, dirasakan mahal.
Lokasi kuliner disana sudah terlokalisir dan tertata rapi, sehingga tidak memberi kesan kumuh. Tempat nya bersih dan nyaman, walau tidak berpenyejuk ruangan (AC). lokasi nya bukan berada diatas trotoar yang notabene adalah jalur pedestrian, yang merupakan hak dari pejalan kaki. Higienitas nya terjaga, sehingga memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa makanan yang disajikan memang telah sesuai dengan standar yang berlaku dan terhindar dari kontaminasi.
Pemilihan lokasi berdasarkan pengamatan, berada di area yang cukup ramai, tetapi terlokalisir tempatnya seperti di hoek (pojokan), atau area tertentu yang entah di fasilitasi atau mungkin ada beberapa pedagang bersama-sama menyewa tempat untuk berdagang disana.
Peralatan dan meja penyajian (gerobak) hampir semua terbuat dari bahan stainless steel, sehingga memberikan kesan bersih dan rapi. Selain itu, mudah dibersihkan saat setelah selesai berdagang.
Selesai berdagang, gerobaknya tidak didorong-dorong, tapi tetap terparkir di lokasi semula yang tampaknya memang sudah ditetapkan sejak awal mulai berdagang di lokasi tersebut. Sehingga tidak perlu berpindah-pindah tempat.
Dan memang rupanya, para PKL kuliner tersebut memang tidak boleh berpindah tempat sesukanya. Karena mereka semua telah teregistrasi dan secara berkala mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari pihak berwenang yang terkait.
Dengan terlokalisinya para PKL kuliner tersebut, maka akan memudahkan pihak berwenang melakukan pengawasan dan pembinaan. Pengawasan dimulai dari sumber air yang digunakan untuk mencuci dan memasak; bahan-bahan makanan yang untuk diolah, cara pengolahan dan penyajian, dan seterusnya yang berkaitan.
Di setiap lokasi PKL kuliner tersebut sudah tersedia sumber air bersih untuk keperluan cuci mencuci dan kebutuhan lainnya.
Pada akhirnya, konsumen tidak merasa kuatir untuk menikmati santapan yang dijual disana, karena yakin dengan kebersihan dan keamanannya.
Hal yang berbeda kita jumpai di Jakarta dan hampir seluruh kota di NKRI. Umum dijumpai PKL kuliner yang mendorong atau memikul dagangannya ke lokasi jualan, tersering di atas trotoar dan fasilitas umum seperti taman dan terminal atau dimanapun lokasinya, terutama yang banyak orang lalu lalang atau saat ada peristiwa keramaian di satu tempat.
Cara PKL kuliner berdagang berkeliling sudah tidak ada lagi di Singapura sejak akhir tahun 1970-an. Sangat kontras dengan kondisi PKL kuliner kita yang sampai dengan saat ini masih tidak banyak ada perubahan. Jika memakai Singapura sebagai pembanding, maka Jakarta sudah tertinggal lebih dari setengah abad!!
Sejak 1960-an dan seterusnya, penjual makanan jalanan Singapura ditempatkan di pusat jajanan yang dibangun khusus di seluruh negara. Fasilitas itu dilengkapi dengan air yang mengalir, listrik, drainase, dan alat penghisap asap. Seiring dengan fasilitas baru itu, dibuat juga sejumlah peraturan.
Dari sisi legalitas, sebenarnya Jakarta sebagai Ibukota NKRI sudah memiliki Peraturan daerah (Perda) pertama yang secara khusus mengatur tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) di DKI Jakarta, baru diterbitkan tahun 1978, di era kepemimpinan Gubernur Tjokropranolo.
Peraturan tersebut adalah Perda No. 5 Tahun 1978 tentang Pengaturan Tempat dan Usaha serta Pembinaan Pedagang Kaki Lima dalam Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota.
Sejak saat itu, kebijakan penataan PKL terus mengalami perkembangan dan perubahan, termasuk:
- Perda No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang di dalamnya juga mengatur mengenai larangan PKL di tempat-tempat untuk kepentingan umum.
- Pergub No. 33 Tahun 2010 tentang Pengaturan Tempat dan Pembinaan Usaha Mikro Pedagang Kaki Lima di Provinsi DKI Jakarta.
- Pergub No. 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
- Revisi atau pergub baru yang sempat diwacanakan pada tahun 2020 untuk mengizinkan PKL berdagang di trotoar tertentu dengan syarat tidak mengganggu pejalan kaki.
- Trotoar Multifungsi: Anies Baswedan berencana membuat trotoar memiliki fungsi lebih dari satu, tidak hanya untuk pejalan kaki, dengan merujuk pada Peraturan Menteri PUPR.
- Syarat dan Ketentuan: PKL diizinkan berjualan dengan syarat tidak mengganggu pejalan kaki. Trotoar yang diizinkan harus memiliki lebar lebih dari 5 meter dan lokasinya akan ditentukan oleh Wali Kota setempat.
- Status Aturan: Wacana ini mendapatkan sorotan karena Peraturan Daerah (Perda) DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum secara jelas melarang penggunaan trotoar untuk berjualan.
Jadi, yang ada pada tahun 2020 itu hanyalah wacana penerbitan pergub baru dan penafsiran terhadap aturan yang sudah ada, tetapi tidak ada pergub baru yang secara eksplisit melegalkan PKL di trotoar tertentu. Larangan berjualan di trotoar tetap berlaku berdasarkan Perda yang telah ada sebelumnya
Peraturan yang utama mengatur tentang PKL di DKI Jakarta saat ini adalah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Pergub ini menjadi dasar hukum yang lebih spesifik untuk penataan, pemberdayaan, pendataan, dan penentuan lokasi usaha PKL. Dasar hukum yang lebih tua yang juga masih relevan adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang mengatur tentang tempat usaha PKL di Pasal 25.
Tetapi keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jakarta masih terus ada meskipun sudah ada Peraturan Daerah (Perda) disebabkan oleh berbagai faktor kompleks, mencakup aspek ekonomi, sosial, dan implementasi kebijakan.
Beberapa alasan utama meliputi:
- Faktor Ekonomi dan Keterbatasan Lapangan Kerja:
- Minimnya Lapangan Kerja Formal: Salah satu penyebab utama munculnya PKL adalah terbatasnya penyerapan tenaga kerja di sektor formal sementara jumlah angkatan kerja tinggi, terutama akibat urbanisasi. Menjadi PKL adalah salah satu jalan pintas bagi masyarakat dengan modal terbatas untuk mendapatkan penghasilan.
- Dampak Penertiban: Penertiban PKL sering kali berdampak langsung pada kondisi sosial dan ekonomi mereka, menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan penurunan pendapatan yang signifikan, sehingga mereka cenderung kembali ke lokasi semula atau mencari lokasi ramai lainnya.
- Implementasi dan Penegakan Perda yang Belum Optimal:
- Minim Sosialisasi dan Edukasi: Kebanyakan masyarakat tidak paham aturan / Perda, sehingga jika seseorang timbul kemauannya untuk berdagang, langsung saja dikerjakan kapan dan dimana saja, tanpa memperdulikan aturan dan Perda yang berlaku.
- Kurangnya Konsistensi: inkonsistensi dalam pelaksanaan pembatasan di area-area terlarang membuat PKL merasa memiliki peluang untuk kembali berjualan.
- Pendekatan yang Kurang Tegas: Terkadang, pendekatan yang digunakan dalam penataan PKL lebih bersifat kekeluargaan atau menggunakan "hati nurani", yang berarti kurang adanya ketegasan dalam penertiban.
- Korupsi. Kolusi, Nepotisme (KKN): Disinyalir adanya peran oknum Ormas yang ikut nimbrung mengutip uang jago kepada para PKL yang berdagang di wilayah kekuasaannya, sehingga para PKL merasa ada yang melindungi dan seolah sah berdagang di lokasi yang bukan peruntukkannya. Atau disinyalir ada peran oknum Pemda yang malah melindungi para PKL sehingga para PKL tersebut leluasa berdagang di tempat yang bukan semestinya.
- Tumpang Tindih Aturan: Adanya kebijakan pemerintah daerah yang kadang memasukkan PKL ke trotoar atau area tertentu, dapat bertentangan dengan Perda yang melarang penggunaan fasilitas umum seperti trotoar untuk berdagang, menciptakan ambiguitas dalam penegakan hukum.
- Ketidaksesuaian Lokasi Binaan (Lokbin):
- Sepi Pembeli: Banyak PKL menolak direlokasi ke lokasi binaan (lokbin) yang disediakan pemerintah karena tempatnya dianggap sepi pembeli, sehingga pendapatan mereka menurun drastis.
- Karakteristik Lokasi: Lokasi jualan PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas di sekitarnya. Mereka cenderung memilih lokasi yang ramai dan strategis di mana potensi pembelinya tinggi, seperti di trotoar atau badan jalan, meskipun tahu itu dilarang.
- Faktor Sosial dan Partisipasi PKL:
- Minimnya Sosialisasi: Sosialisasi dari dinas terkait perlu dilakukan secara rutin dan berkala, karena banyak pedagang merasa belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai program dan bantuan pemerintah.
- Keinginan untuk Dibina: Sebagian besar pedagang berharap untuk dirangkul dan dibina secara sistematis oleh pemerintah daerah, memerlukan kepastian hukum dan jaminan keberlanjutan usaha mereka di lokasi yang aman.
- Fungsi Registrasi
- Tidak semua orang yang ingin berdagang atau menjadi PKL serta merta bisa merealisasikan keinginannya itu. Tetapi ada proses dan tahapan yang harus dia jalani. Karena para calon PKL itu adalah Warga Negara dari NKRI yang memiliki aturan, regulasi, dan perundangan yang jelas, sehingga harus tunduk pada aturan, tidak bisa seenaknya sendiri.
- Fungsi Pengawasan
- Dengan terregistrasinya para PKL, pengawasan terhadap mereka menjadi lebih mudah. Pengawasan mulai dari sumber air untuk masak, bahan baku yang digunakan, misalnya tidak menggunakan zat pewarna yang berbahaya yang bukan diperuntukkan konsumsi makanan. Tidak boleh ada lagi mencuci perangkat bekas makan dengan cara hanya cukup dikobok-kobok di dalam ember yang berisi air, tetapi harus dengan air bersih yang mengalir (PAM) dan sabun.
- Penggunaan bahan baku seperti minyak goreng yang sudah berkali-kali digunakan untuk menggoreng sampai warnanya menjadi hitam.
- Cara pengolahan makanan yang higienis dan sesuai dengan aturan dan norma.
- Sumber bahan baku makanan yang jelas, tidak tercemar atau tercampur bahan berbahaya atau dicampur dengan bahan yang non-halal.
- Fungsi Pembinaan dan Edukasi
- Dinas terkait melakukan pembinaan terhadap PKL yang saat pengawasan didapati permasalahan. Semisal tidak menggunakan pewarna tekstil. Atau penggunaan minyak goreng bekas yang sudah menghitam. Dan lain-lain, dan seterusnya.
- Dengan pembinaan dan edukasi yang konsisten, konsumen terlindungi dari masalah penyakit yang mungkin timbul akibat dari permasalahan diatas. Sehingga SDM NKRI menjadi lebih sehat. Tidak mudah jatuh sakit yang akhirnya membebani BPJS.
- Fungsi Pariwisata
- Wisatawan dalam dan luar negeri bisa lebih tenang menikmati jajanan dan kuliner dari PKL yang sudah teregistrasi. Bisa menjadi alternatif pilihan bagi yang ingin menikmati makanan yang layak saji tanpa mesti mengorbankan isi dompet.
- Sosialisasi dan Edukasi Regulasi
- Melalui jalur pendidikan formal seperti sekolah, madrasah, pesantren dan seluruh komunitas masyarakat yang ada.
- Melalui sarana komunikasi satu arah seperti bioskop, saluran televisi dan radio, baik milik pemerintah maupun swasta, berupa selingan iklan edukasi.
- Melalui media sosial online seperti Instagram, Facebook, dll.
- Optimalisasi Implementasi dan Penegakan Perda
- Melakukan seleksi, pendataan, dan registrasi terhadap seluruh PKL kuliner yang telah memenuhi persyaratan.
- Melarang dan menindak (berdasarkan Perda) PKL yang tidak ter-registrasi dan berkeliling menjajakan dagangannya.
- Konsistensi Aparat Pemda dalam penegakan Perda yang telah dibuat. Tidak ada kompromi dan rasa kekeluargaan saat penanganan. Konsistensi bisa dalam bentuk penjagaan berkala dan terus menerus. Penyitaan yang langsung diikuti dengan pemusnahan terhadap perlengkapan PKL yang membandel, agar ada efek jera, baik bagi yang bersangkutan maupun juga bagi PKL yang lain.
- Pemberian sanksi bagi yang melanggar, demikian juga pemberian penghargaan bagi yang taat kepada aturan.
- Pencarian Lokasi PKL Binaan Setelah Melalui Survei Yang Benar.
- Sebelum memetakan lokasi yang akan dipakai untuk PKL berdagang, harus melalui kajian yang baik. Penentuan lokasi yang asal-asalan mengakibatkan para PKL enggan menempatinya.
- Kerjasama dengan pemilik lahan atau gedung dan pusat perbelanjaan serta pusat keramaian dengan skema bagi hasil yang win-win solution.
- Pembinaan dan Pengawasan Berkelanjutan
- Dinas terkait melakukan pembinaan terhadap seluruh PKL kuliner yang telah di registrasi.
- Pengawasan berkala dan berkelanjutan untuk:
- Sumber air bersih
- Bahan baku makanan yang jelas sumber nya
- Penggunaan bahan pewarna dan pengawet yang sesuai untuk makanan
- Cara penyajian
- Peralatan dapur dan memasak
- Kebersihan piring, gelas, dan sendok garpu
- Dstnya.
![]() |
![]() |
Sumber/Pustaka:
|

